MAKALAH SOSIOLOGI SOSIAL

Selasa, 17 April 2012

TASAWUF DALAM AL-QUR’AN

TASAWUF DALAM AL-QUR’AN
Oleh: H. Ahmadi Isa

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa tasawuf berasal dari luar yang masuk ke dalam Islam. Ada yang berpendapat bahwa tasawuf berasal dari kebiasaan rahib-rahib Kristen yang menjauhi dunia dan kesenangan materi. Pendapat lain mengatakan bahwa tasawuf timbul atas pengaruh ajaran-ajaran Hindu, dan disebutkan pula bahwa tasawuf berasal dari filsafat Pythagoras dengan ajarannya yang meninggalkan kehidupan materi dan memasuki kehidupan kontemplasi. Dikatakan pula bahwa tasawuf masuk ke dalam Islam karena pengaruh filsafat Plotinus. Disebutkan bahwa menurut filsafat emanasi Plotinus bahwa roh memancar dari zat Tuhan dan kemudian akan kembali kepada-Nya. Tetapi dengan masuknya roh ke alam materi, dia menjadi kotor, dan untuk dapat kembali ke tempat yang Maha Suci, terlebih dahulu dia harus disucikan. Tuhan Maha Suci, dan Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh seseorang yang suci, dan pensucian roh ini terjadi dengan meninggalkan hidup kematerian, dan dengan mendekatkan diri kepada Tuhan sedekat mungkin, dan kalau bisa hendaknya bersatu dengan Tuhan semasih berada dalam hidup ini.
          Namun demikian, terlepas ada atau tidak adanya pengaruh dari luar itu, yang jelas bahwa dalam sumber ajaran Islam, Alquran dan Hadis terdapat ajaran yang dapat membawa kepada timbulnya tasawuf. Paham bahwa Tuhan dekat dengan manusia, yang merupakan ajaran dasar dalam ketasawufan ternyata ada dalam Alqur’an dan Hadis Rasulullah SAW.
          Di Dalam Alquran, surat Al-Baqarah, ayar 186, Tuhan berfirman :
          “Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku. Aku adalah dekat. Aku mengabulkan seruan orang yang memanggil, jika dia memanggil Aku”. (Al-Baqaarah (2) : 186).
          Kata da’a yang terdapat dalam ayat di atas, oleh para sufi diberi makna bukan berdoa dalam arti yang lazim kita lakukan, melainkan dengan arti berseru atau memanggil. Tuhan mereka panggil, dan Tuhan memperlihatkan diri-Nya kepada mereka.
          Dalam surat Al-Baqarah, ayat 115, Tuhan juga berfirman :
          “Timur dan Barat kepunyaan Allah, maka ke mana saja kamu berpaling di situ (kamu jumpai) wajah Tuhan”. (Al-Baqarah (2) : 115).
          Bagi para sufi, ayat ini mengandung makna, bahwa di mana saja Tuhan ada, dan Tuhan dapat dijumpai.
          Berikutnya, di dalam Hadis, Rasulullah SAW bersabda :
          “Siapa yang kenal pada jati dirinya, pasti dia kenal pada Tuhannya”
Dalam Hadis lain, yang juga sangat berpengaruh terhadap timbulnya paham tasawuf di kalangan umat Islam ialah Hadis Qudsi yang berbunyi sebagai berikut :
“Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin kenal, maka Kuciptakanlah makhluk dan merekapun kenal kepada-Ku melalui diri-Ku”.
Menurut hadis qudsi ini, bahwa Tuhan dapat dikenal melalui makhluk-Nya, dan pengetahuan yang lebih tinggi ialah pengetahuan Tuhan melalui diri-Nya.
Demikianlah dasar-dasar yang dapat mendorong lahirnya tasawuf di kalangan umat Islam, yang terdapat di dalam Alquran dan Hadis Rasulullah SAW

Sabtu, 14 April 2012

GOTONG ROYONG DALAM BUDAYA DAYAK MENURUT PERSEPSI ISLAM


A.    PENDAHULUAN
Dayak secara umum sangat jarang tersentuh oleh para peneliti lokal, nasional ataupun para peneliti asing. Minimnya penelitian atau mungkin justru ketiadaan penelitian telah memberikan andil dalam mengekalkan asumsi tentang Dayak, yang umumnya selalu diidentikkan dengan tradisi pagan ataupun Kristen.
Menyikapi fenomena di atas, perlulah kiranya menguji asumsi tersebut, apakah asumsi di atas masih layak atau tidak ketika digunakan untuk melihat pola hidup etnik Dayak. Pengujian atas asumsi ini bermanfaat untuk mengklarifikasi atau menjernihkan pemahaman umum tentang Dayak dalam konteks “selalu negative” maupun lintas budaya. Kiranya dalam konteks ini memang diperlukan adanya redifinisi tentang Dayak yang bebas dari hegemoni definisi yang berbau kolonial, atau jika mungkin kata Dayak itu sendiri perlu ditinggalkan karena ia bukan merupakan simbol identitas yang berakar dari keseluruhan kelompok etnik di Kalimantan. Sebuah kecelakaan sejarah memang, ketika istilah ini terlanjur diterima sebagai  representasi identitas. Melacak asal-usul etnik ini memang terasa banyak kendala, kesulitannya adalah karena harus melacak kembali sambungan-sambungan benang sejarah yang telah lama putus, yang kemudian diupayakan untuk menjadi sebuah rangkaian yang mendekati utuh.
Alasan dari kesulitan di atas memang sudah bisa dimafhumi, yaitu terbatasnya sumber data yang berkenaan dengan etnik Dayak itu sendiri, namun paling tidak, meskipun sangat terbatas, informasi lisan ataupun tertulis yang berasal dari masa lalu tetaplah penting sebagai titik tolak bagi langkah awal menuju penggalian sumber yang lebih mendalam dan akurat.
B.PEMBAHASAN
Menyangkut bahasan itu disini kami mencoba mengulas apa dan bagaimana persfektif islam pada adat dan kebiasaan gotong royong masyarakat dayak.
Dalam Alquran pada surah Almaidah ayat 2, disebutkan:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#q=ÏtéB uŽÈµ¯»yèx© «!$# Ÿwur tök¤9$# tP#tptø:$# Ÿwur yôolù;$# Ÿwur yÍ´¯»n=s)ø9$# Iwur tûüÏiB!#uä |MøŠt7ø9$# tP#tptø:$# tbqäótGö6tƒ WxôÒsù `ÏiB öNÍkÍh5§ $ZRºuqôÊÍur 4 #sŒÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rߊ$sÜô¹$$sù 4 Ÿwur öNä3¨ZtB̍øgs ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r|¹ Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# br& (#rßtG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ    
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.(Al-Maidah:2).
Ayat di atas sudah jelas-jelas menggambarkan dan memaparkan yang berintikan tentang pentingnya saling tolong-menolong, bahu membahu gotong royong.






PANDANGAN ISLAM TERHADAP STATUS DAN HAK-HAK WANITA

PANDANGAN ISLAM TERHADAP STATUS DAN HAK-HAK WANITA
Salah satu persoalan yang menarik pada saat ini adalah mengenai kedudukan wanita Islam dalam masyarakat, serta peranan yang dapat dipikulnya dalam masyarakat itu.
Bagaimanakah kedudukan wanita itu dibandingkan dengan kaum pria secara kongkrit? Bolehkah ia bekerja di luar rumah? Jenis pekerjaan apa saja yang patut dilakukan di l...uar rumah itu?
Sebenarnya Islam sangat memperhatikan terhadap wanita, bahkan dalam Al-Qur'an terdapat sebuah surah yang cukup panjang yang bernama An-Nisa' (wanita). Lebih dari pada itu Al-Qur'an pun menyebut soal wanita dalam berbagai ayat dari surat lainnya, untuk menunjukkan betapa pentingnya sikap Islam dalam menghormati dan menetapkan kedudukan dan peranan wanita, serta menegaskan, bahwa sama sekali tidak ada perbedaan dengan pria.
Apa yang menjadi tuntutan wanita, seperti persamaan kedudukan dan hak dengan pria serta emansipasi, secara umum telah ditetapkan dan ditunjukkan oleh Islam, baik secara tersurat, maupun secara tersirat, baik melalui pemahaman dan penafsiran, yang disebut dengan tafsir, maupun melalui ijtihat yang disebut dengan fikih.
Islam yang ajarannya bersumber dari Al-Qur'an dan Hadist Rasulullah SAW, memberi kedudukan yang terhormat kepada wanita dan melindungi hak-haknya, serta menghapuskan diskriminasi atau ketimpangan antara wanita dan pria.
Kalau dilihat dari segi pengabdian antara pria dan wanita, maka jelas sekali bahwa Islam tidak membedakan antara dua jenis/jender tersebut. Perbedaan yang dijadikan ukuran untuk menentukan derajat mereka di sisi Tuhan, hanya terletak pada nilai pengabdian dan ketakwaan mereka kepada Allah SWT. (Al-Hujurat : 13).
Pria dan wanita sama-sama berhak masuk surga, sama-sama diperbolehkan berpartisipasi dan berlomba-lomba mengerjakan kebaikan, mengabdi kepada masyarakat dan agama. (An-Nahal : 97)
Masalah penciptaan wanita, Al-Qur'an menerangkan bahwa wanita dan laki-laki adalah ciptaan Allah SWT, dan berada dalam derajat yang sama. Tidak ada isyarat, bahwa wanita pertama (Hawa) yang diciptakan oleh Allah SWT adalah suatu ciptaan yang lebih rendah dari pada laki-laki pertama (Adam). Asal ciptaan atau kejadian laki-laki dan wanita, yakni penciptaan Adam dan Hawa itu tidak ada perbedaan. Tidak ada perbedaan zat yang dipakai untuk menciptakan perempuan dan yang dipakai untuk menciptakan laki-laki, karena keduanya berasal dari jenis yang sama.(An-Nisa' : 1)
Wanita dalam statusnya sebagai anak, berhak mendapatkan nafkah, pendidikan dan pengasuhan sampai dia menikah. Wanita sebagai isteri, punya hak nafkah yang di-berikan oleh suami.(Al-Baqarah : 228)
Al-Qur'an menjelaskan bahwa kalau suami memberi pelajaran kepada isteri, caranya ialah harus diawali dengan nasehat, bila nasehat tidak berhasil barulah pisah tempat tidur, bila tidak berhasil juga barulah suami boleh memukul dengan pukulan yang tidak membahayakan. (An-Nisa' : 34)
Wanita sebagai ibu dalam pandangan Islam, punya kedudukan yang mulia, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : "Surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu."
Hadist tersebut mengisyaratkan betapa pentingnya peranan ibu dalam pendidikan anak-anaknya, dimana kebahagiaan dan kesengsaraan mereka tergantung kepada pendidikan ibunya.
Berdasarkan hadist ini pula, seseorang muslim wajib menghormati ibunya, sebagai rasa terima kasih atas kesusah payahan yang pernah diderita ibu ketika mengandung, melahirkan, menyusui. (Luqman : 14) dan (Al-Ahqaf : 15)
Wanita juga punya hak untuk memiliki, berdagang, dan mengembangkan hartanya. Oleh karena itu, kedudukan wanita sederajat dengan laki-laki, dan ia mempunyai hak atas apa yang diusahakan. (An-Nisa' : 32)
Menuntut ilmu bagi wanita dibuka seluas-luasnya, seperti halnya laki-laki. Sejumlah ayat Al-Qur'an dan Hadist Rasulullah SAW, banyak mengisyaratkan tentang kewajiban belajar yang ditujukan kepada laki-laki dan wanita.
Dari sekian banyak wanita di zaman Nabi SAW yang memperoleh kesempatan mendapatkan ilmu pengetahuan, dan seringkali menjadi sumber rujukan banyak tokoh laki-laki/sahabat Nabi adalah Aisyah, isteri Nabi SAW. Hal ini disebutkan dalam Hadist Nabi : "Ambil setengah pengetahuan agama kalian dari Aisyah."
Wanita sebagai warga negara mempunyai hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama dengan pria. Nabi Muhammad SAW menyatakan dengan tegas bahwa : "Wanita itu tiang negara, bila ia baik, negara jaya, bila ia rusak, negara binasa."
Dengan uraian tersebut nampak bahwa apa yang menjadi tuntutan kewanitaan, telah dijelaskan dan diisyaratkan oleh Islam, baik melalui Al-Qur'an, maupun melalui Hadist Rasulullah SAW atau melalui penafsiran dan interpretasi dari keduanya.

Siapa Bilang Rasulullah Muhammad SAW Menikah Secara Kristen ... ???


Siapa Bilang Rasulullah Muhammad SAW Menikah Secara Kristen ... ??? - Setali tiga uang!! Itulah misi yang diusung oleh para misionaris JIL –kelompok jaringan liberal berkedok Islam– dan penginjil Kristen. Hal ini nampak nyata dengan banyaknya persamaan jurus ketika mereka menggugat Islam baik kesucian Rasulullah, otentisitas Al-Qur'an wahyu Allah, validitas hadits Nabi, maupun keagungan syariat Islam. Salah satu objek yang tak pernah surut dari hujatan para misionaris JIL dan penginjil Kristen adalah soal pernikahan Rasulullah SAW dengan Khadijah bintu Khuwailid.
Mohamad Guntur Romli, salah seorang punggawa JIL menuding pewahyuan Al-Qur'an adalah proses kolektif, baik sumber maupun proses kreatifnya. Al-Qur'an adalah kitab saduran yang menyunting (mengedit) keyakinan dan kitab suci Kristen sekte Ebyon, yang disesuaikan dengan kepentingan penyuntingnya. Salah satu kepentingannya adalah karena kedekatan Nabi Muhammad dengan Waraqah bin Naufal, seorang rahib Kristen Ebyon, yang memiliki jasa besar dalam menikahkannya dengan Khadijah. Berikut tuduhan Guntur:
“Bukti lain bahwa Al-Quran tidak bisa melampaui konteksnya adalah kisah tentang Nabi Isa (Yesus Kristus). Sekilas kita melihat bahwa kisah Nabi Isa dalam Al-Quran berbeda dengan versi Kristen. Dalam Al-Quran, Isa (Yesus) hanyalah seorang rasul, bukan anak Allah, dan akhir hayatnya tidak disalib. Sementara itu, dalam doktrin Kristen, akhir hidup Yesus itu disalib, yang diyakini untuk menebus dosa umatnya.
Ternyata kisah tentang tidak disalibnya Nabi Isa juga dipengaruhi oleh keyakinan salah satu kelompok Kristen minoritas yang berkembang saat itu, yakni sekte Ebyon. Bagi kelompok Kristen mayoritas yang menyatakan Isa (Yesus) mati disalib, sekte Ebyon adalah sekte Kristen yang bidah...
Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa Al-Quran lebih memilih pandangan Ebyon yang minoritas dan keyakinannya dianggap bidah oleh mayoritas Kristen waktu itu? Saya memiliki dua asumsi. Pertama, karena pandangan Ebyon ini lebih dekat dengan akidah ketauhidan Islam. Kedua, sepupu Khadijah bernama Waraqah bin Naufal adalah seorang rahib sekte Ebyon. Kedekatan Waraqah dengan pasangan Muhammad–Khadijah diakui oleh sumber-sumber Islam, baik dari buku-buku Sirah (Biografi Nabi Muhammad), seperti Sirah Ibn Ishaq dan Ibn Hisyam, ataupun buku-buku hadis standar: Al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain.
Waraqah adalah wali Khadijah yang menikahkannya dengan Muhammad. Seorang perempuan kali itu –yang kemudian dilanjutkan oleh syariat Islam– tidak bisa menikah tanpa seorang wali laki-laki. Bisa dibayangkan kedekatan Waraqah dengan Khadijah dan Muhammad.
Kesimpulan saya sementara kisah Isa (Yesus) dalam Al-Quran, yang menegaskan bahwa Isa hanyalah seorang rasul, bukan anak Tuhan, dan tidak ada penyaliban terhadapnya adalah “saduran” dari keyakinan sebuah sekte Kristen: Ebyon.” (Pewahyuan Al-Qur'an: Antara Budaya dan Sejarah,” (http://www.korantempo.com/).
“Tudingan Guntur itu bukan hal yang baru dalam daftar gugatan para musuh Islam. Jauh sebelumnya, tudingan yang sama dilontarkan oleh Pendeta Muhammad Nurdin –anggota WASAI/TAZI Lembaga Alkitab Indonesia– dengan dosis yang lebih tinggi. Dalam buku-buku kristenisasi berkedok Islam yang ditulisnya, Nurdin menuding Rasulullah sebagai orang yang banyak berhutang budi kepada Kristen karena sebelum jadi nabi, Muhammad menikah dengan Khadijah, seorang wanita Kristen yang taat ke gereja.
Prosesi pernikahan Muhammad dengan Khadijah dilangsungkan dengan tatacara ritual Kristen, di mana yang bertindak sebagai wali nikah adalah pastur besar bernama Romo Waraqah bin Naufal. Maka dalam khutbah nikah tersebut Romo Waraqah membacakan ayat-ayat Taurat dan Injil. Tak lupa, Romo Waraqah menghadiahkan kado nikah kepada Muhammad berupa sebuah Alkitab (Bibel). Setelah menikah, selama 15 tahun Muhammad kursus Alkitab (Bibel) bersama Khadijah. Atas dasar itulah, maka Nurdin menyimpulkan bahwa Muhammad pernah beribadah secara Kristen di gereja selama 15 tahun bersama Khadijah dan pamannya, Romo Waraqah bin Naufal.

“Bila pamannya Siti Khadijah yaitu Waraqah bin Naufal, faham akan Taurat dan Injil, beliau adalah seorang Pendeta besar, atau seorang Pastur besar atau seorang Penginjil besar dan pada pernikahan Muhammad SAW dan Siti Khadijah tentulah beliau bertindak sebagai Wali atau Penghulu pada waktu itu, dan menyampaikan Firman Allah yaitu Taurat dan Injil, agama Yahudi dan Nasrani, karena agama Islam dan Alquran belum ada pada waktu itu” (Keselamatan Didalam Islam, hlm. 24).
“Pada waktu pernikahan berlangsung antara Muhammad SAW dengan Siti Khadijah seorang Nasrani, dan pasti hadiah Waraqah bin Naufal sebagai seorang Pendeta atau Pastur adalah sebuah Alkitab. Dan tentu Muhammad SAW selama 15 tahun bersama istrinya Siti Khadijah mempelajari Alkitab” (Keselamatan Didalam Islam, hlm. 53).

“Istri beliau Siti Khadijah beragama Kristen Nasrani dan paman beliau Waraqah bin Naufal adalah pendeta bersama pendeta alim Buhaira namanya, dan umat pada waktu itu adalah semua umat Kristen Nasrani yang beribadah tentu di gereja, karena masjid pada waktu itu belum ada” (Ayat-ayat Penting di dalam Al-Qur’an, hlm. 68).

“Pada waktu Muhammad SAW berumur 25 tahun beliau menikah dengan Khadijah yang beragama Nasrani. Dan pada waktu itu Muhammad SAW berumur 40 tahun beliau bertahanuts menyendiri. Bila demikian Muhammad SAW telah bersama istrinya selama 15 tahun, beliau tentu beribadah bersama istrinya dan pamannya Waraqah bin Naufal dan Pendeta Buhaira yang mana tentu Muhammad SAW ikut beribadah Nasrani dan beliau bertahanuts menyendiri dengan segala bekal dan pelajaran Alkitab, Taurat dan Injil” (Keselamatan Didalam Islam, hlm. 35).

Sebenarnya, pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah sudah lama jadi primadona bagi para misionaris JIL dan Kristen untuk menyengat akidah Islam. Tetapi lemahnya validitas data menjadikan tulisan mereka bernilai tak lebih dari sebuah “teologi imajiner.” Karenanya, kita tidak butuh rekayasa dan dugaan-dugaan untuk membantah tuduhan-tuduhan itu, karena sejarahlah yang otomatis menjawabnya:

Pertama, Khadijah bintu Khuwailid memang memiliki paman seorang rahib bernama Waraqah bin Naufal. Tapi Waraqah bukanlah orang yang menikahkan Khadijah dengan Muhammad. Kitab-kitab sejarah Nabi mencatat bahwa yang meminang Khadijah adalah paman Muhammad yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib. Lalu yang menikahkan Muhammad dengan Khadijah adalah paman Khadijah yang bernama ‘Amru bin Asad, sedangkan yang memberikan khutbah nikah adalah Abu Thalib, paman Muhammad. Maharnya pun bukan Alkitab (Bibel), tapi 20 ekor unta. (lihat: As-Sirah An-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, juz I, hlm. 201).

Kedua, Fakta-fakta ini sekaligus menampik tudingan Pendeta Nurdin bahwa pernikahan Muhammad dihiasi dengan khutbah ayat-ayat Alkitab (Bibel) yang disampaikan oleh Pastur Waraqah bin Naufal.

Ketiga, fakta bahwa yang menikahkan Muhammad dengan Khadijah adalah paman Khadijah yang bernama ‘Amru bin Asad, ini harus digarisbawahi oleh Guntur Romli. Karena dengan fakta ini, maka tudingannya terhadap Nabi Muhammad sebagai orang yang menyadur kisah-kisah Bibel sebagai balas jasa terhadap rahib Waraqah yang menikahkannya dengan Khadijah, terbantah secara otomatis.

Keempat, Tuduhan bahwa Muhammad menikahi Khadijah dengan tatacara Kristen karena pada waktu itu Islam belum ada karena Muhammad belum menjadi Nabi, ini adalah logika kelirumologi yang naif.

Untuk menganalisa ritual pernikahan yang dipakai oleh Muhammad dan Khadijah, kita tidak perlu repot-repot dan merekayasa tatacara pernikahan yang diterima oleh bangsa Arab pada waktu itu. Bangsa Arab pada waktu itu masih mengikuti adat-istiadat yang diwarisi turun-temurun dari syariat Nabi Ibrahim yang hanif. Hal ini terbukti, mereka masih melaksanakan syariat khitan dan menghormati Ka’bah yang didirikan oleh Nabiyullah Ibrahim dan putranya, Ismail alaihissalam. Secara historis, bangsa Arab adalah keturunan Ibrahim melalui Ismail yang menikahi penduduk Mekkah dari suku Jurhum yang berasal dari Yaman. Keturunan Ismail inilah yang beranak-pinak di Mekkah yang disebut sebagai Bani Ismail atau Adnaniyyun.

Sampai zaman Muhammad belum diangkat Allah sebagai Nabi, bangsa Arab meyakini bahwa pemeliharaan serta kepemimpinan dalam upacara keagamaan di depan Ka’bah itu adalah hak Bani Ismail. Salah satu pemimpin kabilah Quraisy dari keturunan Ismail adalah Qushaiy.

Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa satu-satunya syariat yang diterapkan dalam pernikahan Muhammad dengan Khadijah adalah syariat hanif Nabi Ibrahim.

Kelima, Anggapan Pendeta Nurdin bahwa Khadijah adalah seorang Kristen yang aktif di gereja, tentu tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena dia tidak mencantumkan satu referensi pun dalam tulisannya. Untuk mengetahui dengan pasti apa agama yang dianut Khadijah pada waktu itu, sebaiknya Nurdin membaca buku Khadijah: Drama Cinta Abadi Sang Nabi tulisan Dr Muhammad Abduh Yamani. Berdasarkan sumber-sumber yang terpercaya, buku ini menyimpulkan bahwa Khadijah bukan seorang Kristen, melainkan penganut agama Ibrahim alaihissalam (Al-Hanif) yang mendapat gelar “Ath-Thahirah” (perempuan suci).
Keenam, tudingan bahwa Rasulullah menyadur kisah-kisah Bibel sesuai dengan kepentingannya juga sangat rapuh. Hanya orang kafir saja yang pantas melakukan tudingan ini.

“Dan orang-orang kafir berkata: “Al-Qur’an ini tidak lain hanya¬lah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad dan dia dibantu oleh kaum yang lain, maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar” (Qs Al-Furqan 4).

Tuduhan bahwa Nabi Muhammad menjiplak Bibel terbantah oleh kenyataan bahwa beliau adalah seorang nabi yang ummiy (buta aksara). Allah menegaskan hal ini dalam surat Al-‘Ankabut 48-49 dan Al-A’raf 157-158. Meski ditakdirkan sebagai seorang yang ummiy yang tidak bisa menyadur kitab-kitab terdahulu, tapi seluruh ayat Al-Qur'an tidak dapat diragukan, justru semakin terjamin otentisitasnya karena segala yang disampaikan Nabi Muhammad adalah wahyu (inspirasi) langsung dari Allah (Qs. An-Najm 3-5).
Salah satu buktinya adalah ayat Al-Qur'an:

“...Dan orang Nasrani berkata: “Al-Masih itu putra Allah.” Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu.” (Qs. At-Taubah 30).

Ayat ini menyatakan bahwa doktrin ketuhanan Yesus (Trinitas) adalah doktrin yang menjiplak keyakinan orang-orang kafir (pagan) sebelumnya. Ternyata, sejarah membuktikan bahwa Trinitas Kristiani yang meyakini Tuhan ada 3 oknum: Tuhan Bapa, Tuhan Ana dan Roh Kudus adalah doktrin yang sudah ada jauh sebelum Kristen lahir ke dunia. Buktinya, di Mesir sudah Trinitas yang meyakini: Osiris, Horus dan Isis, masing-masing sebagai Tuhan Bapa, Anak dan Ibu. Horus diyakini sebagai juru selamat yang mati menebus dosa dengan darahnya, dikuburkan, kemudian jasadnya bangkit pada hari ketiga kemudian bangkit lagi.

Trinitas/Trimurti di India (Hindu), meyakini Tuhan terdiri dari tiga oknum (Trimurti), yaitu Brahma (Tuhan Bapa), Wisnu (Tuhan Pemelihara), dan Syiwa (Tuhan Pembinasa). Brahma mempunyai seorang anak yang tunggal yaitu Krisna yang dilahirkan di kandang sapi. Oknum ketiga dari Trimurti adalah Syiwa. Kepadanya sering dikorbankan beratus-ratus nyawa manusia. Tetapi, menurut pemeluk Hindu, nyawa-nyawa yang dikorbankan itu sesungguhnya adalah inkarnasi Syiwa sendiri.

Di Persia (Mitraisme), meyakini Mitra (dewa matahari) sebagai Juru selamat penebus dosa yang lahir dari seorang perawan pada hari Minggu tanggal 25 Desember. Hari Minggu mereka yakini sebagai hari suci, dalam perkembangannya, tradisi ini diabadikan sebagai hari suci untuk beribadah di gereja oleh umat Kristen. Sehingga hari Minggu disebut sebagai Sunday (hari Matahari).

Coba perhatikan, wahyu yang diterima Rasulullah menyatakan “yudhohi’una qaulalladziina kafaruu min qablu” (mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu.” Sungguh tepat apa yang disampaikan oleh Nabi dengan sejarah yang sudah ada jauh sebelum beliau lahir. Padahal Rasulullah tidak pernah membaca buku-buku sejarah maupun enskiklopedi agama, karena beliau adalah seorang yang ummiy. Tidakkah hal ini direnungkan oleh para misionaris JIL dan Kristen